Ada istilah Betawi: “Cepeng bau tai ayam.” Kiasan ini diucapkan seseorang untuk menyatakan bahwa dirinya lagi tidak berduit, alias tafran. Tidak punya fulus, kata orang Arab. Bokek, menurut istilah sekarang yang konon berasal dari bahasa Cina. Tapi, mungkin banyak yang tidak tahu apa itu cepeng. Cepeng berasal dari kata fen, satuan mata uang Cina terkecil yang pernah berlaku di Indonesia. Nilainya seperempat sen. Entah karena apa, oleh lidah Betawi disebut peng. Atau cepeng, yang berarti satu peng.
Di Bandar Sunda Kelapa, Pasar Ikan, jauh sebelum kedatangan VOC sudah berdatangan para pedagang Cina. Demikian pula pedagang Arab dan Portugis, hingga berlakunya juga mata uang cruzede (Portugis) dan real (Arab). Pada masa awal VOC, Belanda banyak menggunakan mata uang Cina. Terdiri dari uang logam yang ditengahnya berhuruf Cina, dan dibuat dari timah hitam. Kapiten Cina, Souw Beng Kong, pernah ditugaskan VOC untuk mendatangkan mata uang itu dari daratan Cina.
Kembali pada uang yang berlaku hingga akhir pemerintahan Belanda, ada mata uang yang bernilai setengah sen, dan disebut sepeser. Sepeser ketika itu bisa untuk membeli nasi uduk dan ketan urap. Kalau sekarang murid sekolah harus diberi bekal untuk jajan seribu rupiah, dulu cukup satu sen. Seperti diceritakan H Irwan Syafi’ie, (71 tahun), pengalamannya ketika kecil tinggal di Dukuh Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. “Waktu itu, punya uang sepeser (setengah sen) bisa beli dua potong tahu,” ujarnya.
Uang receh lainnya adalah sepincang atau satu setengah sen. Setelah itu segobang atau sebenggol (dua setengah sen). Uang segobang sampai 1940-an cukup bernilai, karena harga beras sekitar 2 sen hingga segobang per liter. Tapi, harga ini dirasakan sangat tinggi, karena sebelum krisis ekonomi atau yang disebut zaman malaise (1930 – 1934), harga beras satu sen per liter.
Tidak heran, menjelang jatuhnya Belanda ke tangan Jepang (1942), para ibu dan bapak berteriak-teriak minta agar pesawat-pesawat Jepang yang tengah demonstrasi di udara Nusantara segera turun. Dengan harapan, agar harga-harga barang, terutama beras bisa turun kembali menjadi satu sen per liter. Sayangnya, yang terjadi justru kebalikannya, karena selama tiga setengah tahun penjajahan Jepang, puluhan ribu rakyat mati kelaparan. Sementara, sandang hilang dari pasaran, sehingga banyak orang memakai kain dari karung goni.
Kembali ke masa malaise, yang oleh para pejuang dipelesetkan jadi ‘zaman meleset’, Bung Karno dalam harian ‘Fikiran Rakyat’ (1934), mengkritik pemerintah kolonial.Kritik itu dilontarkan karena menderitanya rakyat Indonesia akibat menurunnya pendapatan mereka. “Sebelum zaman meleset pendapatan orang Indonesia 8 sen sehari. Setelah zaman meleset 4 sen sehari. Kemudian merosot lagi menjadi sebenggol (segobang) sehari. Padahal, ransum di penjara yang begitu jelek 14 sen sehari.” Kemudian Bung Karno menceritakan pengalamannya selama di penjara Bancey, Bandung selama 15 bulan dan Sukamiskin di kota yang sama selama 9 bulan.
Harian ‘Sin Po’ (27-3-1933) menulis, “Malaise yang mengamuk di mana-mana telah bikin sengsara dan kelaparan penduduk desa Trogong, Kebayoran.” Trogong, nama desa di Kebayoran Lama kala itu.
Kita kembali kepada mata uang di masa kolonial Belanda. Pecahan di atas segobang adalah sekelip, yang bernilai lima sen. Kemudian sepicis atau 10 sen. Setelah itu 50 sen atau setengah perak. Kemudian berturut-turut satu rupiah, seringgit (dua setengah rupiah), lima rupiah dan sepuluh rupiah. Mendurut H Irwan Syafi’ie, waktu itu jarang orang di kampung melihat uang Rp 5 atau Rp 10 rupiah. Karena gaji satu minggu lima perak sudah sangat besar. Waktu itu, harga kain batik buatan Palmerah hanya sepicis.
Belanda waktu itu juga membuat uang emas dari koin, seperti talenan (25 sen), 50 sen, 1 gulden. Nilai uang emas satu gulden sama dengan 12,5 gulden. Bagi para ibu yang berduit, koin emas ini mereka jadikan kalung dan gelang.
Nilai uang gulden waktu itu memang sangat kuat. Satu dolar Singapura nilainya hanya 85 sen. Tidak heran, kalau harga sebuah rumah cukup besar di kawasan elite Menteng berharga 1.500 rupiah/gulden.
Tinggalkan Balasan