Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa di Lapangan Gambir (kini Monas) pernah terdapat pacuan
kuda, seperti terlihat dalam lukisan abad ke-19. Terlihat beberapa peserta balap kuda berada di dalam pagar, sementara sejumlah pembalap dengan menunggang kuda yang diimpor dari Australia tengah bersiap-siap untuk mengikuti balapan.
Para pembalap yang disebut joki, mengenakan baju seragam seperti jas yang kala itu banyak digunakan oleh kaum feodal meniru gaya Inggris. Mereka memakai peci ala cowboy yang banyak
terdapat dalam film-film yang menceritakan kehidupan abad ke-19. Sementara bendera Belanda: merah, putih, dan biru berkibar di kiri kanan podium. Menurut keterangan, pacuan kuda mulai dikenal sejak masa pendudukan Inggris (1811-1816). Pada tahun 1970-an di Lapangan Atletik Madya Senayan juga pernah diselenggarakan adu anjing (greyhound).
Sampai pertengahan tahun 1950-an, sebelum Belanda hengkang dari Indonesia karena masalah Irian Barat (Papua), di bagian timur dari Lapangan Monas terdapat tempat latihan bagi warga Belanda penggemar kuda. Letaknya di bagian kanan dari stasion KA Gambir sekarang ini. Puluhan warga Belanda berseliweran menunggang kuda mengitari Monas adalah hal biasa ketika itu.
Lapangan Gambir yang pada masa kolonial Belanda bernama Koningsplein (Lapangan Raja) merupakan lapangan terluas di dunia. Di lapangan yang luasnya satu km2 ini pada 1940-an dibangun lapangan Ikatan Atletik Jakarta (Ikada). Di lapangan inilah Jepang mengobarkan semangat bangsa
Indonesia untuk melawan Sekutu: Amerika dan Inggris. Sebelum dibangun Stadion Utama Senayan (1960), kegiatan olahraga di Jakarta berlangsung di lapangan Gambir. Dari lapangan inilah
lahir pemain-pemain PSSI seperti Ramang, Liong Houw, Kiat Sek, Djamiat, Witarsa dan Sutjipto Suntoro. Ketika itu PSSI merajai sepak bola di Asia.
Gubernur Jenderal Herman Willem Deandels (1808-1811) membangun lapangan ini sebagai tempat latihan militer. Apalagi ketika itu Batavia tengah bersiap menghadapi ancaman militer dari
Inggris pimpinan Sir Thomas Stamfort Raffles (1811-1816) yang hanya tinggal menunggu waktu.
Pada masa Bang Ali sebagai gubernur DKI Jakarta, dia menjadikan lapangan Monas ini sebagai tempat Pekan Raya Jakarta (PRJ) untuk memperingati HUT Kota Jakarta. Meniru kebiasaan Belanda
yang tiap tahun menyelenggarakan Pasar Gambir untuk menghormati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, nenek Ratu Beatrix, raja Belanda sekarang ini.
Ketika Daendels memindahkan ibu kota dari kota tua di Pasar Ikan, ia juga membangun beberapa instansi pemerintah dan kantor perusahaan di pinggir lapangan yang luas itu. Termasuk Istana Merdeka, Kantor Wakil Presiden dan Gedung Balai Kota di Medan Merdeka Selatan.
nice bwGd… V penGen naNYa neY… isTilah daLam Lomba paCuan Kuda TuwH pa Za siEy ?? Kayak teMpat kudanya atau apa aza Yg coNect ma Tuwh…
PlieZ repLy me…