Kerumunan orang banyak di salah satu sudut kantor Radio Jepang di Medan Merdeka Barat, Jakarta, awal penjajahan Jepang (1942) tidak lain ingin mendaftar bahwa mereka memiliki radio di kediamannya. Setelah Pemerintah Balatentara Dai Nippon mengumumkan yang memiliki radio harus mendaftar dan kemudian disegel. Agar sewaktu-waktu dapat diawasi secara ketat tiap rumah yang memiliki radio dan telah disegel di depan kediamannya diberi kertas berukuran 10 x 20 cm berbunyi: ‘Memiliki Radio’. Lihat bagaimana patuhnya rakyat mematuhi anjuran Jepang karena takut akan kekejamannya selama menjajah Indonesia.
Dengan adanya penyegelan, orang-orang tidak dapat dan berani mendengar siaran berita luar negeri. Di masa Bung Karno saat konfrontasi dengan Malaysia karena radio Australia memihak negeri jiran ini, maka dikeluarkan larangan mendengarkan siaran radio Australia. Tapi sanksinya tidak sekejam Jepang. Pada saat Perang Dunia ke-II itu, orang yang mendengarkan beritaberita dari pihak musuh (sekutu), pasti ditangkap dan dibunuh secara kejam.
Sungguhpun demikian banyak juga orang yang berani memiliki radio yang tidak disegel. Di antaranya orang yang bekerja di bawah tanah dan menentang kekuasaan Jepang. Karena itu ketika Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh Amerika Serikat, dan kemudian bertekuk lutut rakyat Indonesia banyak yang tidak tahu. Karena radio hanya menyiarkan berita-berita penuh kebohongan yakni kemenangan- kemenangan Jepang di medan tempur.
Tinggalkan Balasan