Sejumlah tokoh politik berkumpul di Majelis Taklim Habib Ali Kwitang, Jakarta pada maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (21/6). Hadir diantaranya Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tanjung, tokoh PDI Perjuangan H Muhammad Taufik Kiemas, yang juga suami Megawati Sukarnoputri dan mantan Menko Polkam Wiranto. Masih banyak lagi hadir politikus yang selama ini dikenal ‘bersebrangan’ dengan Presiden Wahid.
Sebuah harian dalam HL-nya memberi judul: ”Pertemuan Nasi Kebuli di Kwitang.” Memang dalam acara maulid yang meriah ini hidangan pokok adalah nasi kebuli. Yang dihidangkan setelah shalat magrib untuk seluruh hadirin yang jumlahnya ribuan jamaah. Kehadiran nasi kebuli di Indonesia tidak lepas dari kedatangan para imigran Hadramaut pada abad ke-19 dan 20. Tapi, di negeri asalnya sendiri kebuli bukan dari beras, tapi dari gandum. Karena beras di Hadramaut merupakan makanan sekunder.
Saat kebuli dihidangkan kepada para tokoh di Kwitang, mereka ragu-ragu memakannya. Untuk beberapa lama mereka sambil duduk di tikar permadani melihat saja hidangan kebuli dihadapannya yang dihidangkan dengan nampan. Tiap nampan untuk 5 – 6 orang. Kekhawatiran ini karena nasi yang disajikan dengan minyak samin ini syarat dengan kolesterol, yang dewasa ini sangat ditakuti. Apalagi di atas kebuli terdapat beberapa ‘tumpukan’ daging kambing. Tidak tanggung-tanggung masing-masing sebesar kepalan tangan. Belum lagi daging kambing yang dihidangkan dalam bentuk marak, juga makanan yang berasal dari Timur Tengah.
”Ayo, Pak Amin, Pak Akbar, Pak Taufik, jangan ragu-ragu dimakan kebulinya. Saya sendiri yang memasaknya. Insya Allah tidak ada kolesterolnya. Sudah diberi doa-doa.” Baru setelah ajakan pimpinan Majelis Taklim Kwitang, Habib Abdurahman Alhabsyi, mereka pun mulai memakannya. Tapi, masih tetap banyak yang menghindar dan memilih makan dengan nasi putih. Yang khusus disediakan untuk tamu VIP ini.
Habib Abdurahman (60) mengaku sudah lebih 40 tahun berpengalaman membuat kebuli. Menurut pengakuannya, sejak masa kakeknya Habib Ali, ia sudah ikut menangani pembuatannya. Sejauh ini, nasi kebuli dari Kwitang dianggap paling nikmat rasanya. Minyak saminnya, kata Abdurahman, ia buat sendiri dari susu. ”Saya menambahkan dengan 32 macam rempah-rempah.”
Tidak heran, kalau kebuli Kwitang ini digemari oleh orang-orang yang datang dari Yaman, Arab Saudi, Malaysia dan Singapura. Mereka adalah para tamu yang tiap tahun datang untuk menghadiri maulid di Kwitang. Ada lagi makanan khas yang dibanggakan Abdurahman hasil masakannya. Yakni khasidah yang hampir tidak ada ditempat lain. Dibuat dari gandum, lalu dimasak bersama dengan daging kambing dan minyak samin. ”Ini makanan khusus untuk Jumat subuh. Yakni makanan perpisahan. Karena setelah menghadiri maulid, ratusan pengunjung dari luar kota dan beberapa diantaranya dari luar negeri ada yang ingin pulang ke tempat asalnya,” kata Abdurahman. ”Saya belajar bikin khasidah dari istri Habib Ali.” Untuk makanan khas Hadramaut ini, ia khusus memotong tujuh ekor kambing.
Sedangkan selama maulid, ia telah menyembelih 200 ekor kambing. Per ekor harganya Rp 350 ribu. Sedangkan beras sebanyak dua setengah ton. ”Beras untuk kebuli harus dari kualitas yang baik. Harganya Rp 3.500 per kg.” Saya ingin dapat melayani semua orang. Agar ribuan jamaah yang hadir dapat menikmati kebuli dan makanan lainnya.”
Apalagi pada Jumat pagi, di majelis ini khusus diadakan peringatan untuk kaum ibu. Sedangkan pada Rabu malam diadakan khol untuk almarhum Habib Ali. Kedua acara ini juga dihadiri ribuan orang. Mereka semua dihidangi kebuli. Untuk itu semua, menurut Abdurahman, ia telah mengeluarkan uang sebesar Rp 75 juta. ”Untuk biayanya, saya tidak pernah minta satu sen pun dari orang. Rezeki datang sendiri. Masuknya seperti air dan keluarnya juga seperti air.”
Habib Ali, yang dilahirkan di Kwitang, 20 April 1870, putera pasangan Abdurahman dan Hajjah Salmah dari Jatinegara, telah berdakwah sejak usia 20 tahun. Ia meninggal 1968, dalam 98 tahun. Sejak 1920, almarhum memimpin perayaan maulid Nabi di Kwitang. Setiap acara maulidnya selalu dihadiri ribuan orang. Termasuk tokoh-tokoh agama dan negarawan. Seperti PM Juanda, Wakil Presiden Adam Malik, Idham Chalid. Diantara muridnya adalah KH Abdullah Sjafi’ie dari Assyafiiyah dan KH Tohir Rohili dari Attahiriyah.
Saya suka dengan blog Abah Alwi….semoga tetap sehat dan aktif menulis sejarah Jakarta tempo dulu, berikut foto2nya…
Terimakasih doakan Abah sehat selalu…