Foto yang diabadikan fotografer Woodbury & Page padatahun 1870-an adalah Jembatan Kramat, Jakarta Pusat. Jembatan ini merupakan bagian paling ujung dari pertokoan Pasar Senen. Keberadaan Jembatan Kramat tidak berlangsung lama. Pada tahun 1920-an dan 1930-an, ketika Pasar Senen diperlebar jembatan ini ikut tergusur.
Sementara sungai dibawah jembatan ditutup, dan kini merupakan sebuah taman di depan toko buku Gunung Agung. Pelebaran ini guna memperlancar lalu lintas kendaraan antara Ancol, Gunung Sahari di utara, Salemba, dan Meester Cornelis (Jatinegara) di selatan. Area yang Anda lihat dalam foto kini merupakan persimpangan Jalan Parapatan, Jalan Kwitang, Jl Kramat Bunder, Jl Senen Raya, Jl Pasar Senen dan Jl Kramat Raya.
Kini jalan-jalan di atas tidak pernah sepi dari kemacetan. Baik pagi, siang dan malam hari. Padahal 140 tahun lalu, jalan-jalan ini masih hijau royo-royo karena dipenuhi pepohonan. Tampak ditengah jembatan jalan trem terdiri dari dua jalur. Karena foto ini diabadikan tahun 1870-an, trem listrik belum nongol. Baru trem uap menggantikan trem kuda. Trem dari Senen menuju Jl Lapangan Banteng (depan Departemen Keuangan), terus ke Pasar Baru, Jl Veteran menyusur di depan Istana Merdeka dan gedung Harmoni (kini bagian dari Sekretariat Negara), Jl Hayam Wuruk-Jakarta Kota dan berakhir di Pasar Ikan. Untuk kemudian kembali ke Jatinegara.
Di pingggir jembatan, yang lokasinya antara Jl Kwitang dan Jl Parapatan, penerangan jalan seperti juga di tempat lain di Ibukota kala itu masih menggunakan gas. Jembatan yang sudah ‘almarhum’ ini letaknya kira-kira di depan bioskop Grand (Kramat). Bioskop baru nongol di Jakarta awal abad ke-20.
Pasar Senen bersama Pasar Tanah Abang merupakan pasar tertua di Jakarta. Keduanya dibangun oleh Justinus Vinck, petinggi VOC yang memiliki tanah bejiibun di Weltevreden pada 175. Di Senen, Vinck membuka pasar yang terletak disudut bagian selatan dari tanah miliknya yang terletak di sebelah barat dari Groote Zyider Wet yang sekarang menjadi Jl Pasar Senen.
Pada saat bersamaan, ia juga membangun Pasar Tanah Abang. Waktu itu, antara kedua pasar ini dihubungkan dengan sungai. Dua tahun setelah kedua pasar diresmikan, untuk mempelancar arus barang kedua pusat perbelanjaan ini, Vinck membuka jalan dan jembatan (Jembatan Kramat) yang menghubungkan kedua pasarnya. Jalan ini melewati Kampung Lima (sekitar Jakarta Theater dan Sarinah), Jembatan Parapatan sampai simpang Senen-Kramat. Inilah jalan pertama yang menghubungkan timur dan barat Batavia. Pasar Senen, pada 1749 mulai berkembang setelah digalinya sebuah terusan Kali Lio dari Grote Rivier (Kali Ciliwung). Terusan ini mengalir sepanjang kali Gunung Sahari-Anco-Tanjung Priok.
Seorang soldadu Belanda ketika pertama kali datang ke Batavia awala abad ke-20, menulis kesan-kesannya tentang Pasar Senen. ”Daerah ini cukup ramai. Letaknya tidak jauh dari tangsi (di dekat RSPAD Gatot Subroto). Di sisi kiri dan kanan jalan ditanami pepohonan. Pada salah satu sisinya terdapat vila-vila indah bercat putih kekuningan dengan teras terbuka, yang merupakan perumahan perwira berpangkat tinggi.”
Pada abad ke-18, gubernur jenderal Van der Parra membangun sebuah tempat peristirahatan di Senen, yang kini menjadi RSPAD Gatot Subroto. Pada masa Belanda RSPAD bernama Groot Militar Hospitaal sedangkan Jl dr Abdurahman Saleh tempat RS ini berada bernama Hospitaalweg).
REPUBLIKA – Sabtu, 18 Maret 2006
Tinggalkan Balasan