Saya yakin hampir tidak seorangpun dapat menebak, kira-kira di mana letak tempat yang terlihat di foto, yang diabadikan photografer Woodbury & Page pada tahun 1870-an. Padahal bagi warga Jakarta, hampir tiap hari melewatinya. Ketika dari Pasar Senen menuju Pasar Baru. Dan inilah Jalan Gunung, ketika diabadikan 136 tahun lalu bernama Groote Zuider Weg atau jalan raya ke selatan.
Kalau sekarang ini Anda melewati Jl Gunung Sahari, kita akan dihadapkan kepada kemacetan yang hampir tidak ketolongan, lihatlah suasana di tempo doeloe. Di tenghah-tengahnya masih dapat kita saksikan kanal Gunung Sahari dari codetan sungai Ciliwung mengalir dari Harmoni – Pasar Baru – Gunung Sahari – sampai ke tepi pantai di Ancol.
Menurut De Haan dalam tulisannya Oud Batavia, pada tahun 1678, pemerintah kolonial Belanda membangun sebuah jalan dari laut di sebelah utara Ancol ke Meester Cornelis (Jatinegara) di selatan. Groote Zuider Weg melewati Senen-Kramat-Salemba-Meesterr Cornelis. Yang kemudian jalan inilah yang merupakan jalan utama ke Bogor, Cianjur dan Bandung. Kemungkinan kanal Gunung Sahari mulai dibangun akhir abad ke-17 1681). Tapi lokasi awal dan bentuknya berbeda dari kanal yang memanjang sekarang ini.
Sebelumnya, seorang arsitek Tionghoa, Phoa Bing Ham pada 1648 telah meluruskan kanal Molenvliet yang sebelumnya berbelok-belok. Dan, sejak abad ke-19 Kanal Gunung Sahari ini diuhubungkan dengan kanal Molenvliet yang mengalir dari Noordwijk (Jl Juanda) dan Rijswijk (Jl Veteran) terus sepanjang Postweg (Jl Pos) dan Schoolweg(Jl Dr Sutomo) di Pasar Baru.
Foto ini diambil ke arah paling selatan Jl Gunung Sahari yang pada abad ke-19 populer sebagai kawasan tempat tinggal. Di kiri kanan kanal (sungai) kita masih dapati rumah-rumah, yang kini telah berubah samasekali. Rumah-rumah yang dulu umumnya dihuni warga Belanda, kini menjadi perkantoran, mal, pabrik dan bengkel. Di jalan ini juga terdapat Markas Besar Angkatan Laut (MBAL) sebelum dipindah ke Mabes ABRI Cilangkap, Jakarta Timur. Sampai awal 1960, trem listrik dari Jatinegara ke Sawah Besar dan Kota melewati Gunung Sahari, terus membelok ke arah Pintu Besi (kini Jl Samanhudi).
Pada abad ke-18, orang-orang kaya yang semula tinggal di Jacatraweg (kini Jl Pangeran Jayakarta), banyak yang pindah ke Jl Gunung Sahari, Jl Hayam Wuruk dan Gajah Mada yang dahulu disebut Molenvliet. Jl Gunung Sahari tempo doeloe banyak ditumbuhi pepohonan sangat rimbun hingga sedap dipandang mata. Lihatlah lampu-lampu gas yang banyak terdapat di kiri kanan tepi kanal. Ketika itu, pabrik gas yang berpusat di Jalan Ketapang (kini Jl KH Zainul Arifin) baru saja berproduksi. Sebelumnya rumah-rumah kediaman termasuk istana gubernur jenderal dan hotel-hotel memperoleh penerangan dari lilin atau minyak tanah.
REPUBLIKA – Sabtu, 07 Oktober 2006
Tinggalkan Balasan