Sampai awal 1980-an, kolam renang atau zwembad kata orang Betawi meniru bahasa Belanda masih berdiri di Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat. Tepat di sebelah kiri gedung yang kini menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM) menuju ke arah Jalan Raden Saleh. Kolam renang yang banyak dikunjungi warga Jakarta terutama di hari-hari libur berukuran 20 X 30 meter dan di dekatnya ada kolam renang untuk anak-anak berukuran 12 X 25 meter.
Sebagai kolam renang modern yang disainnya dibuat 1924, dan diselesaikan setahun kemudian, ditangani oleh arsitek Ir FJL Ghijsels (1882-1947) seorang arsitek keturunan Belanda lahir di Tulungagung, Jawa Timur. Banyak sekali gedung-gedung tahun 1910-1929 yang ditangani pembangunannya oleh dia, termasuk hotel termegah di Jakarta Hotel des Indes sampai 1960-an, gedung Bappenas dan kantor Direktorat Perhubungan Laut.
Sampai akhir 1950-an, warga Belanda umumnya mandi di kolam renang Cikini, yang situasinya lebih mewah dari kolam renang Manggarai (kini jadi Pasar Raya). Kolam renang Cikini, yang dulu merupakan bagian dari kediaman pelukis terkenal Raden Saleh, kini tengah dibangun gedung berlantai belasan, tapi sejak lama tidak kunjung usai. Di masa penjajahan di kolam renang Cikini sering diadakan lomba renang antar pelajar se Jakarta. Sebelum dibongkar saya sendiri sering mandi bersama anak-anak di kolam renang ini, yang jaraknya tidak jauh dari kediaman saya di Kwitang. Pada 1950-an, mandi di zwembad merupakan ‘cuci mata’ karena banyaknya gadis yang memakai swempak.
Dalam gambar tampak saat berlangsungnya kompetisi renang antar pelajar tahun 1930-an. Pelukis Raden Saleh memiliki rumah yang luas lebih luas dari Istana Negara dan Istana Merdeka. Dulu di kediamannya ini terdapat Kebon Binatang. Kemudian oleh Gubernur DKI Ali Sadikin dipindahkan ke Ragunan hingga sekarang. Seperti Ragunan, kebon binatang Cikini pada hari-hari libur, lebih-lebih saat lebaran banyak dipadati pengunjung. Kemudian di sini di bangun bioskop kelas satu ‘Garden Hall’ dan bioskop mini ‘Podium’. Bagian utama kediaman Raden Saleh kini menjadi bagian dari RS Cikini yang dikelola Dewan Gereja Indonesia (DGI). Pelukis kelahiran Semarang ini juga membangun Masjid Cikini yang berdampingan dengan RS. Masjid ini hingga kini masih berdiri megah.
REPUBLIKA – Sabtu, 21 Oktober 2006
Tinggalkan Balasan