Hikayat Hang Tuah tidak hanya di kenal di Malaysia, tapi juga di Indonesia. Pahlawan legendaris Melayu Lama dari kesultanan Malaka yang hidup pada masa Sultan Mansur Shah (1459-1477) itu telah mewariskan satu ungkapan hikmah, ”Takkan Melayu hilang di dunia.” Kata-kata tersebut sekaligus jadi judul buku yang ditulis dua sejarawan Malaysia, Ismail Noor dan Muhammad Azahami.
Maksud ungkapan Hang Tuah itu adalah ”bangsa Melayu akan tetap jaya.” Dewasa ini Malaysia ingin mengobarkan kembali budaya dan kepahlawanan bangsa Melayu, melalui tokoh legendarisnya, yang diberi gelar Datuk Laksamana. ”Aku bangga menjadi orang Malaysia”. Demikian bunyi banyak stiker yang dapat kita jumpai di angkutan umum ketika saya ke Kuala Lumpur beberapa waktu lalu.
Menurut kedua sejarawan di atas, sejarah sudah 5000 tahun mengenal bangsa Melayu. Ketika 3000 tahun SM seorang putera Raja Bizantium (Romawi) hendak berlayar ke negeri Cina, terhampar di perairan Kedah. Di sini mereka berjumpa dengan masyarakat setempat yang berbadan tegap, kuat dan cekatan. Masyarakat yang mereka jumpai ini memiliki keahlian dalam bidang pertanian, pertambangan dan pandai besi. Melihat tubuh orang Melayu itu, pendatang dari Bizantium menganggap mereka telah berjumpa dengan sekelompok gergasi (raksasa).
Disebutkan, kebesaran Melayu tercatat dalam sejarah Sriwijaya yang menguasai Thailand Selatan, sebagian Sumatera dan Jawa selama 700 tahun di abad ke-7 sampai 13. Orang Melayu kala itu mengarungi lautan sampai ke Cina dan India. Pada masa bersamaan Kerajaan Malaka merupakan bandar yang banyak disinggahi pedagang asing. Konon, 34 bahasa saling berinteraksi di sini. Tom Peres, pendatang dari Portugis, memperkirakan bahwa Malaka 10 kali lebih besar dari Pasai (Aceh). Berpenduduk sekitar 20 ribu orang. Di pusat kerajaan Islam ini berdatangan pedagang mancanegara untuk membeli rempah-rempah dan emas dari Sumatera.
Bahkan hingga sekarang, tulis keduanya, struktur asas Kerajaan Malaka Lama yang unik itu masih dianut Kerajaan Modern Malaysia. Termasuk sistem kesultanan, keorganisasian, keagamaan, adat istiadat Melayu serta lembaga demokrasinya. ”Kebanggaan tamadun Melayu pasti kekal teruji, tak lekang karena panas, tak lapuk karena hujan.”
Pada 1511, Portugis dengan persenjataan jauh lebih canggih menggempur Malaka. Setelah melakukan perlawanan, mereka terpaksa mundur ke Johor-Riau di selatan dan Pahang di timur. Portugis berkuasa selama 130 tahun. Kemudian Belanda menaklukkannya dan berkuasa sejak 1641-1824. Disusul Inggris (1824-1957). Meskipun Belanda menguasai Malaka selama 183 tahun, namun tidak memiliki pembesar yang terkenal seperti Alfonso D’ Albuquergue (Portugis) dan Sir Stamford Raffles (Inggris).
Pada perang dunia kedua (1941-1945) Jepang berkuasa. Kemudian selama 12 tahun terjadi pemberontakan Komunis di bawah pimpinan Chin Peng yang mengekor falsafah ketua RR Cina Mao Tse Tung. Selama darurat militer ini 2726 pasukan Malaysia tewas, dan 7406 gerombolan komunis terbunuh. Darurat militer berakhir 30 Juli 1960 ketika Chin Peng memenuhi seruan PM Tengku Abdurahman turun gunung dan tidak lagi melakukan perlawanan bersenjata.
Pada 13 Mei 1969 di Malaysia terjadi kerusuhan besar yang konon juga merupakan hasutan pihak Komunis. Ketika itu terjadi peristiwa rasialis dimana warga Melayu melakukan kerusuhan terhadap etnis lain, khususnya Cina, akibat jurang pemisah yang amat dalam di bidang ekonomi.
Dengan cepat pemerintah Malaysia melancarkan Dasar Ekonomi Baru (DEB). Kalau sebelumnya kelompok bumiputera (56 persen penduduk) menguasai hanya 2,4 persen bidang ekonomi, dinaikkan jadi 30 persen. Sampai sekarang target 30 persen terus dikejar. Sedang kelompok non bumiputera dinaikkan dari 34,3 persen menjadi 40 persen. Sementara, milik asing dikurang dari 60,3 persen jadi 30 persen.
Bahasa Melayu yang telah digunakan lebih dari 300 juta manusia, telah dipakai secara luas di Malaysia. Baik di sekolah, maktab hingga universitas. Bahkan, pelajar Cina dan India cakap berbahasa Melayu. Tanpa menghilangkan penguasaan bahasa Inggris, yang juga digunakan secara luas. Upaya memperluas bahasa Melayu ini, tidak melarang sekolah Cina dan Tamil. Di Singapura, yang penduduknya 70 persen etnis Cina, bahasa Mandarin bukan merupakan bahasa yang unggul. Hanya baru-baru ini saja ketika RR Cina banyak melakukan perdagangan dengan Singapura.
Kalau di Indonesia penggantian pimpinan negara tidak berjalan mulus, tidak demikian di Malaysia. Rakyat negeri jiran ini memberikan penghormatan yang tinggi terhadap para pemimpinnya. PM Tengku Abdurahman dianggap sebagai ‘bapak pembangunan’. PM Tun Abdul Razak ‘berjaya’ menstrukturkan masyarakat dengan reformasi politik dan ekonominya. Yang kemudian diteruskan PM Tun Husein Onn. Penggantinya Dato Sri Dr Mahathir Muhammad dianggap sebagai ‘bapak pembangunan teknologi’ untuk memartabatkan Malaysia ke arah Wawasan 2020 menjadikannya setaraf negara maju.
Mahathir juga berhasil menstabilkan ekonomi Malaysia tanpa bantuan IMF ketika terjadi krisis ekonomi 1997. Sedang PM Abdullah Badawi penggantinya dalam Konperensi Internasional Islam-Barat dengan berani mengatakan, ”Konflik yang dalam antara Islam dan Barat tidak dapat diselesaikan dengan dialog. Kita harus cukup berani dan harus cukup jujur untuk mengakui selama masih ada hegemoni, selama masih ada upaya satu pihak untuk mengontrol dan mendominasi pihak lain, permusuhan dan kebencian antar kedua peradaban besar akan berlanjut. ”Memasuki Bandara Sepang, Kuala Lumpur, kita akan menjumpai foto setengah badan kelima pemimpin Melayu bersemangat Hang Tuah itu terpanjang besar-besar pada tiang-tiang gedung.
REPUBLIKA – Minggu, 19 Februari 2006
Tinggalkan Balasan