Boleh jadi Ancol menjadi tempat rekreasi paling banyak dikunjungi warga. Pasti tidak ada yang mengira pantai yang terletak di Teluk Jakarta ini adalah merupakan bagian dari pengelola hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA). Perwira artileri VOC, Johannes Rach (1720-1783) melukis pantai Ancol pada 1772 yang kala itu bernama Slingerland. Lihatlah kearah kiri ditengah-tengah rimbunnya pepohonan, tampak Balaikota VOC yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta.
Di kejauhan tampak galangan kapal VOC yang letaknya berdampingan dengan pelabuhan Sunda Kelapa (kini Jl Kakap). Terlihat bendera ‘merah-putih-biru’ berkibar, sementara puluhan kapal termasuk armada mancanegara tengah mendekati pelabuhan guna mengangkut dan membongkar barang.
Rupanya sejak tiga abad lalu, Ancol sudah menjadi tempat rekreasi khususnya bagi bagi warga Belanda untuk berakhir minggu. Terlihat sejumlah noni-noni Belanda dengan dipayungi para budaknya menikmati pantai Ancol. Diantara mereka menggunakan teleskop. Sebelum adanya TIJA 21 tahun lalu, tempat ini bernama Bina Ria. Sampai ada lagu populer awal 1970’an berjudul ”Tamasya di Bina Ria” dinyanyikan Ernie Djohan.
Sampai tahun 1960’an, Ancol juga dikenal sebagai sarang monyet. Hingga kendaraan yang melewati jembatan Ancol harus ekstra hati-hati karena monyet-monyet sering berhamburan dari hutan belukar. Kala itu, rupanya Batavia memiliki banyak monyet. Hingga ada nama tempat bernama: Jaga Monyet di Harmoni. Dahulu di sini ada pos keamanan untuk menjaga serangan dari Banten. Karena lebih banyak monyet berkeliaran katimbang menghadapi musuh, para soldadoe lebih banyak mengusir monyet-monyet yang berkeliaran.
Ada satu kepercayaan yang berbau tahayul ketika itu. Sebagian pengemudi yang melewati jembatan Ancol harus membunyikan klakson agar tidak diganggu Aria ‘si manis dari jembatan Ancol’ yang diyakini sering muncul terutama malam hari. Si ‘manis jembatan Ancol’ ini konon tewas ketika mempertahankan kehormatannya dari laki-laki yang ingin memperkosanya.
Oey Tambahsia playboy kaya raya memiliki soehian (semacam rumah pelacuran) di Ancol. Pria tampan kaya raya ini punya kesenangan menggaet perempuan baik gadis dan wanita bersuami. Untuk kemudian ‘menyimpannya’ di Ancol. Bila ada orang merintangi jalannya mendapatkan cewek bahenol ia tidak segan-segan membunuh melalui kaki tangannya. Karena perbuatan itu, dia sendiri menemui ajalnya di tiang gantungan.
REPUBLIKA – Sabtu, 04 Nopember 2006
Tinggalkan Balasan