Memasuki Rumah Sakit Jantung (RSJ) Harapan Kita di kawasan Slipi, Jakarta Barat, kendaraan harus ngantri dan berputar berkali-kali untuk mendapatkan tempat parkir. Hal itu menunjukkan pasien dan pengunjung yang berobat jantung dari hari ke hari makin meningkat, ujar Drs Syaiful Anwar, yang membuka kios di rumah sakit tersebut.
Padahal, pasien penyakit jantung di Jakarta kini sudah dapat ditangani banyak rumah sakit. Bahkan, bagi yang berduit banyak berobat ke Singapura, Malaysia dan Australia. Kedatangan saya ke RSJ Harapan Kita atas undangan Prof dr Dede Kusmana, ahli penyakit jantung terkemuka dan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kardiologi pada Fakultas Kedokteran UI.
Maksudnya untuk kangen-kangenan bersamna dengan rekan-rekan lainnya guna memperingati 29 tahun berdirinya Klub Jantung Sehat pada 28 Pebruari 1978 di Jakarta. Saya sendiri saat itu sebagai wartawan Kantor Berita Antara ikut hadir pada acara pembentukan klub tersebut di Gedung Putra, Jl Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Pemiliknya menyediakan segala fasilitas untuk pembentukan klub ini, karena ia sendiri menderita penyakit jantung.
Ide mendirikan Klub Jantung Sehat diprakarsai dr Dede Kusduma — waktu itu belum profesor — setelah menghadiri Kongres Rehabilitasi Jantung Internasional pertama di Hamburg, Jerman, pada 12 sampai 14 September 1977. Para kardiolog dari mancanegara merasa prihatin terhadap perkembangan penyakit jantung yang penderitanya makin meningkat di hampir semua negara.
”Itulah ide didirikannya Klub Jantung Sehat 29 tahun lalu,” kata Prof dr Dede Kusmana, lelaki kelahiran Garut 10 Januari 1943 yang menjadi dokter sejak 1968. Bapak seorang istri dan tiga orang anak serta tiga cucu ini mulai berkarir sebagai dokter jantung pada 1975 dan kemudian dikukuhkan sebagai guru besar ilmu kardiologi FKUI pada 18 Juni 2003.
Ketika ia mendirikan Klub Jantung Sehat, usianya baru 35 tahun, penyakit jantung bukan merupakan pembunuh utama seperti sekarang. Masih berada di urutan ke-11. Tapi pada tahun 1970-an itu, saat pengobatan belum secanggih sekarang, orang yang terkena serangan jantung divonis tidak berdaya. Si pasien diharuskan berbaring di rumah sakit selama satu bulan. Sekarang ini berkat kemajuan pengobatan pasien yang mendapat serangan jantung setelah dirawat dalam satu minggu sudah boleh pulang. Lalu, dilanjutkan dengan program rehabilitasi.
Kalau dulu ada anggapan bahwa penyakit jantung seolah-olah monopoli orang kaya, sekarang pendapat ini sudah kuno. Penyakit berbahaya dan memerlukan biaya besar ini sudah menysup ke desa-desa. Akibat manusia kurang gerak dan kendaraan melaju samnpai ke pelosok-pelosok desa, menjadikan orang malas untuk berjalan kaki.
Selain itu, meningkatnya secara drastis penyakit jantung, juga karena salah persepsi tentang manusia. Sekarang ini ukuran hidup yang ideal bukan lagi faktor manusianya, tapi materi yang dimilikinya. Sehingga, pola berpikir manusia adalah bagaimana mengejar harta benda sebanyak mungkin, dan tidak pernah terpuaskan. Sayangnya, kemakmuran hidup sering membuat orang lupa diri. Makan tak terkendali dan terseret persaingan keras yang membuat stres. Sementara, aktivitas fisik makin berkurang.
Padahal, kata dr Dede yang dikalangan para dokter dikenal dengan sebutanb ustadz, bergerak adalah sunnatullah, seperti tersurat dalam Alquran. Tersirat dalam gambaran alam semesta, terlukis dalam mekanisme aliran darah yang bergelombang, menghasilkan nitrit oksid melalui mekanisme biomolekular yang menjaga kelenturan pembuluh darah sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh dan menurunkan HDL (kolesterol jahat) dalam tubuh.
Saya sendiri ketika melakukan pemerikaan kesehatan di Klub Jantung Sehat oleh dr Dede dikatakan denyut jantung (nadi) saya terlalu cepat. Waktu itu saya termasuk perokok berat. Jantung kita ibarat bensin, kalau mobil terlalu cepat bensin keburu habis. Berkat latihan fisik yang teratur di klub tersebut seminggu tiga kali di Gelanggang Olahraga Kuningan, Jakarta Pusat, denyut jantung saya secara bertahap menjadi normal.
Alhamdulillah, sampai sekarang dalam usia lebih dari 70 tahun, berolah raga tidak pernah saya tinggalkan. Olah raga kegemaran saya adalah naik sepeda dan jalan kaki. Berkat latihan fisik, saya masih aktif menulis artikel minimal dua kali dalam seminggu. Saya juga masih sering mengadakan riset untuk penulisan di sejumlah tempat bersejarah dan mewawancarai nara sumber.
Prof Dede yang telah sekali haji dan sembilan kali umroh itu mengatakan, hitung-hitung tawaf dan sa’i di Mekkah. Saat sa’i jarak dari Safa ke Marwa 400 meter. Tujuh kali mengelilingi kedua tempat itu ditambah dengan tawaf, berarti berjalan sejauh 4 km. Ditambah jalan dari pemondokan ke Masjidul Haram pulang pergi 2 km. Sehingga, seluruhnya 6 km.
Selama masih sehat, berolah raga merupakan suatu kemustian. Penghentian olah raga selamna dua minggu dapat menurunkan tingkat kemampuan antara 15-30% dari yang sudah dimiliki. Jadi, dengan meningkatnya kemampuan fisik, kita akan mampu melakukan pekerjaan lebih ringan tanapa keluhan yang berarti. Tidak akan merasakan lelah (fatigue), sehingga tiap hari akan segar dan mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Tidak heran kalau Klub Jantung Sehat kini memiliki cabang di seantero Nusantara.
REPUBLIKA – Minggu, 11 Maret 2007
Tinggalkan Balasan