Foto awal 1940-an (sebelum Belanda takluk pada Jepang) memperlihatkan suasana Pasar Gambir yang tiap tahun menyelenggarakan peringatan hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1880. Di hari yang sama, pada 1898, dalam usia 18 tahun, nenek Ratu Beatrix ini dinobatkan sebagai raja. Saat penobatan, di Batavia berlangsung pesta besarbesaran yang dipusatkan di Koningsplein (Lapangan Raja) di depan Istana Negara sekarang. Kemudian, kemeriahan ini diselenggarakan tiap tahun di tempat yang dikenal dengan Pasar Gambir karena rakyat menyebutnya Lapangan Gambir. Lokasi Pasar Gambir yang semula di depan Istana kemudian dipindahkan ke depan Balai Kota Jakarta.
Pesta tahunan yang diadakan di Pasar Gambir selalu yang paling meriah selama masa kolonial. Hal itu berakhir ketika Balatentara Jepang menduduki Batavia (1942). Pasar Gambir mula-mula berlangsung seminggu, kemudian diperpanjang menjadi dua minggu. Setelah 30 tahun berhenti, gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, meneruskannya dengan Pekan Raya Jakarta (PRJ). Letaknya juga di tempat yang sama sebelum dipindahkan ke bekas Bandara Kemayoran. Kalau Pasar Gambir untuk menyambut penobatan ratu Belanda, PRJ guna memperingati HUT Jakarta.
Sambutan masyarakat terhadap Pasar Gambir ketika itu cukup besar. Tahun 1906, dilaporkan bahwa pengunjungnya mencapai 75 ribu orang. Jumlah yang besar karena penduduk Jakarta hanya dalam jumlah ratusan ribu jiwa. Sama seperti PRJ, di Pasar Gambir juga dipamerkan dan dijual berbagai barang kerajinan dari berbagai daerah Nusantara. Salah satu atraksi yang digemari masyarakat adalah panjat pinang, seperti pesta perayaan 17 Agustus di kampung-kampung. Hadiahnya juga berbagai barang, seperti baju dan kaos.
Ketika itu, hiburan yang paling digemari adalah lagu-lagu keroncong. Biduanita paling beken adalah Annie Landow. Sedangkan, prianya adalah Bram Titaley atau Bram Aceh. Pada tahun 1970-an, ia masih suka menyanyi keroncong dan lagu-lagu Hawaian di TVRI bersama mantan kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng.
Tinggalkan komentar