Kembali seorang peneliti dari AS berkunjung ke Indonesia. Kunjungan David G Hirsch, peneliti masalah Timur Tengah dari University of California at Los Angeles (UCLA) selama dua minggu ini untuk mengadakan riset dan menulis tentang peran keturunan Arab (Hadramaut) di Indonesia. Sebelumnya ia pernah melakukan kegiatan yang sama bersama Prof Dr Michael Gilsenan dari New York University.
Rupanya keberadaan keturunan Arab di Indonesia mendapat perhatian dari berbagai ahli riset dari berbagai negara. Seperti, Dr Nico JG Kapiten dari Leiden University, Belanda. Disusul oleh Dr Mona Abazan dari American University Cairo, Mesir. Termasuk juga Prof Dr Kazuhiro Arai dari Japan University Tokyo. Radio BBC London pada tahun lalu selama seminggu berturut-turut membuat reportase tentang kiprah keturunan Arab di Indonesia. Hal yang sama juga dilakukan oleh Far Eastern Economic Review yang berpusat di Hongkong.
Dr Abdulaziz MJ Al-Nahari, wakil pemimpin redaksi harian Okaz yang terbit di Jeddah, ketika berkunjung ke Indonesia awal tahun lalu bermaksud pula membuat laporan berturut-turut selama sepekan tentang keturunan Arab di Indonesia. Menurut Hirsch, banyak kalangan di negaranya tertarik terhadap peran keturunan Arab dalam berbagai kancah kegiatan di Indonesia. Inilah yang menyebabkannya mendapat tugas ke Indonesia sekaligus mengharuskannya belajar bahasa Indonesia sekalipun tak lancar. Hasil risetnya akan menjadi arsip studi untuk perpustakaan UCLA, selain untuk bahan tulisan-tulisan pribadinya.
Yang istimewa dari pemuda lajang ini adalah pengetahuan dan referensinya yang luas tentang aktivitas keturunan Arab berikut tokoh-tokohnya di Indonesia. ”Saya pernah bertahun-tahun tinggal di Yaman, Mesir, dan beberapa negara Arab lainnya,” kata pria tinggi besar ini menjelaskan lancarnya ia berbicara bahasa Arab. Ketika disodorkan Alquran ia pun membacanya dengan lancar. Konon, dari nama depannya, David, ia keturunan Yahudi. ”Nenek moyang saya berasal dari Austria yang menjadi imigran di Jerman dan kemudian hijrah ke Amerika Serikat,” papar Hirsch. Hirsch memberikan perhatian besar pada masyarakat keturunan Arab di Jakarta yang berprofesi di bidang sosial, pendidikan, dan penerbitan. Untuk itu, ia mendatangi Arabitah Alawiyah, pimpinan Al-Irsyad, dan panti asuhan Daarul Aitam yang didirikan oleh keturunan Arab pada 80 tahun lalu.
Ia juga menghadiri acara peringatan Maulid Nabi di kediaman Habib Ali Sahil di Slipi, Jakarta Barat. Hirsch juga mendatangi berbagai kota di Indonesia yang banyak terdapat komunitas keturunan Arab. Seperti, Pekalongan yang para pedagang keturunan Arabnya banyak menjadi pengusaha batik. Di kota ini, Al-Irsyad membangun perguruan Islam dan sebuah rumah sakit cukup besar untuk masyarakat sekitar. Di kota ini juga terdapat panti asuhan Daarul Aitam cabang Pekalongan. Di samping mengasuh anak yatim piatu juga memberikan pendidikan cuma-cuma kepada para yatim. Hirsch juga berkunjung ke Semarang yang memiliki kampung Arab.
Termasuk pula ke Surabaya dengan kampung Ampel yang agak berbau Timur Tengah. Gresik yang pernah menjadi salah satu pusat kegiatan Islam dengan tanda adanya makam Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim –dua dari sembilan wali– tak luput didatanginya. Dari Surabaya, ia akan meneruskan perjalanan ke Singapura dan Malaysia yang sejak abad ke-19 juga banyak didatangi para imigran dari Hadramaut. Menurut Prof LWC van den Berg, Islamologi Belanda, pada pertengahan abad ke-19 banyak pendatang dari Hadramaut ke nusantara bersamaan dimulainya pelayaran kapal uap.
Mereka, tulis van den Berg, cepat berasimilasi dengan penduduk setempat. Perhentian mereka pertama Aceh. Dari sana mereka lebih memilih Palembang dan Aceh. Keturunan Arab mulai banyak menetap di Jawa pada 1820, sedangkan di Indonesia timur baru sekitar 1870. Peran Aceh sebagai perhentian pertama imigran Hadramaut kemudian digantikan Singapura setelah pendudukan Inggris (1819). Mereka, kata van den Berg, umumnya datang dari Hadramaut tanpa istri. Di nusantara mereka menikahi wanita-wanita setempat. Berlainan dengan penjajah Belanda yang menyebut inlanders, mereka menyebut penduduk setempat ahwal yang berarti saudara dari ibu, atau bulik (bibi) dalam bahasa Jawa.
Ketika berlangsung seminar internasional warisan budaya Arab (Hadramaut) di Jakarta awal tahun lalu, Menag Said Aqil Almunawar memperkirakan di Indonesia terdapat sekitar delapan juta keturunan Hadramaut. Tapi, ia tidak menjelaskan dari mana perkiraannya itu. Karena, menurut van den Berg, hanya dalam satu generasi mereka sudah berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat. Bahkan, sudah tak bisa berbahasa Arab dan mengikuti budaya serta adat istiadat ibunya. ”Sekalipun keturunan Arab sangat taat dalam menjalankan agamanya, tetapi tidak ada bentuk fanatik apalagi paksaan,” menurut hasil riset van den Berg pada 1884-1886 tentang Hadramaut di nusantara.
Alhamdulillah, jadi tahu sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa pertanyaan yang ada di benak saya mengenai “orang betawi” apakah mereka itu terbagi menjadi 3 kelompok besar ? (keturunan Arab, China dan pribumi).
Demikian terimakasih.
Di Betawi selain ketiga etnis tersebut masih terdapat ratusan etnis lain yang tinggal di ibukota ini dan mereka hidup saling menghormati tanpa terjadi masalah sara. Hidup Betawi !!!!
kenapa al-qudsy tidak ada dalam silsilah keluarga said yang pernah saya baca
Di Indonesia jarang, tapi di Hadramaut ( Yaman ) masih kita dapati
HIDUP ARAAAB !!! hahaha
ooooo…. gitu ya????aku ini juga ada darah 1/4 arab n cina juga jadi jgn tersingung dg ucapanku yg tajam ya??? aku merasa kadang org2 berdarah arab tu merasa diri paling unggul dalm hal ibadah ke Allah swt… kadang sihhhh …. krna wajahku lebih dekat ke cina drpd arab kadang aku sering disangka non muslim n jadinya bergaulku juga lebih condong ke mereka…. padhl aku ga minta berwajah oriental juga… nah looo kalo kasus kayak aku u bisa komentar ga?
Tak memiliki judul
Manusia itu makhluk yang berlebihan masalah-masalah kecil dibesarkan padahla itu hanya (kadang) segelintir kecil masalah yang teramat kecil dari berjuta-juta masalah yang akan dihadapi atau telah dihadapi Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah lebih mengenal siapa hamba-Nya dan apa yang terbaik baginya. Allah lebih mengenal siapa-siapa hamba-Nya yang bertakwa, apapun warna kulitnya, golongannya, alirannya, mahzabnya, statusnya, kekayaannya, fisiknya.
Aku mempunyai teman sebut saja namanya D, seorang pria 25 tahunan keturunan cina-bule muslim. Di suatu ahri jumat yang terik ia shoalt jumat, memakai sarung, baju koko dan kopiah haji di kepalanya. Wajahnya yang putih bersih denagn amta yang agak sipit menunjukkan bahwa dia berasal dari etnis yang berbeda dari semua jemaah sholat jumat di Masjid Agung Surabaya itu. Semua orang otomatis meliaht tanpa sungkan padanya, piker mereka, wah ada mualaf sholat jumat.
Yang dilihatin cuek bebek meski agak dongkol, ketika ada beberapa bapak-bapak senyum-senyum sambil melihat terus kearahnya. Aduh, pikirnya, jangan aku disangka mau aneh-aneh dan dicurigai macam-macam, sempat ia berpikir begitu.
“ Mualaf ya mas?”
Pertanyaan semacam itu sudah sering sekali terlontar sejak dulu sampai sekarang, sejak jaman ia masih sekolah TK sampai lulus dari perguruan tinggi, tapi ia menanggapinya dengan bijak. Ia hanya senyum dan berkata,
“ Saya penganut Islam sejak kecil. Keluarga saya penganut Islam sejak lama. Alhamdulillah“
Bahkan kata-kata miring pun kadang juga muncul, entah dari mulut siapa, “ Cina-bule tapi kok muslim … ga salah?”
Wah ekstrim kalau yang seperti ini … pikirnya tapi lagi-lagi ia harus terima konsekuensinya punya wajah orientalis yang cenderung kapitalis. Kadang aku menghiburnya,
“ Tenang bro … yang penting hati santri, meski wajah artis. “
D hanya ketawa, masygul … aku kadang mikir enak banget yang memiliki wajah cenderung agamis, dengan baju dan gaya Islam yang kental semua orang yang melihat otomatis akan berpikir wah … ini lho orang Islam, wah ini lho orang baik tapi … aku jadi mikir juga bagaimana dengan orang berwajah indo (maaf bukannya diskriminatif) dituduh cenderung ga Islam pas dia berbuat kebaikan pasti deh dicurigai macam-macam.
Ironi …
Aku jadi bertanya-tanya apakah Islam hanya milik etnis tertentu? Tidak kan? Islam adalah Rahmatan lil alamin, rahmat bagi semua … Islam ga ditentukan dengan wajah dan gaya berpakaian seseorang. Hati dan ketakwaan itu yang terpenting. Hanya Allah yang Maha Mengetahui Tiap Isi Hati hamba-hamba-Nya.
Semua orang di negeri ini cenderung melihat seala sesuatu hanya dari satu sisi saja, padahal … Islam itu ga hanya tentang masalah perempuan dan poligami saja. Ah, ini memang fenomena akhir jaman banyak orang yang mulai membahas tentang masalah perempuan di masjid-masjid. Islam adalah jalan hidup dunia-akhirat. Kenapa kita terjebak hanya dari penampilan luar? Para mualaf dari barat dengan latar belakang pendidikan tinggi yang cenderung hedonis masuk Islam karena tertarik hal itu setelah mempelajari Islam dengan hati dan logika.
Aku tidak mengatakan para muslim keturunan itu kurang baik dari mereka tapi mari kita berlomba-lomba juga meraih kemuliaan. Mari kita wujudkan Islam yang ga terkotak-kotak. Islam yang kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Aku juga Islam karena keturunan seperti sebagian besar orang di negara ini. Ini adalah saat bagi kita menyadari bahwa iman warisan ini harus diubah menjadi Iman Cinta … Iman kepada Islam.
Diposkan oleh satwikadewi di 00:26 1 komentar
entah harus mulai darimana…kakek buyutku bernama fattah yang konon berasal dari hadramaut…dan dari sekian banyak cerita beliau masih memegang nama belakang al haddad. aku sudah lima generasi di bawah beliau..aku sama sekali nggak tau lagi siapa dan darimana asal muasal keluargaku di jakarta..namun ibuku berdarah china..kini aku berkulit seperti ibuku namun hidungku seperti ALLADIN gede ghitu…;
kamu asal keturunan Hadracin artinya Hadramaut dan china keturunannya masih al haddad
ass…
apapun asal mulax, yg penting kita bisa saling menghormati…
tahhyib…
saya orang keturunan arab…,tapi saya juga cinta indonesia kok,,,,
iya al qudsy ada q di idonesia cuma sedikit kalo g salah keturunan alqudsy pada mulanya datang ke indonesia cuma 3 keluarga. aku sendiri al qudsy