Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘gardu siskamling’

Foto sekitar tahun 1867 atau 132 tahun lalu menunjukkan gardu siskamling (sistem keamanan lingkungan) di Matraman, yang kala itu merupakan perbatasan Batavia-Meester Cornelis (Jatinegara). Maklum, Batavia dan Meester Cornelis baru disatukan dalam kotapraja pada 1930-an. 

Gardu yang di bagian depannya terlihat kentongan (tontong) terbuat dari kayu itu tempat para peserta siskamling berkumpul, terutama di malam hari. Kentongan atau kentungan yang berfungsi sebagai alarm atau tanda bahaya dipukul bila terjadi kebakaran, kerusuhan, dan peristiwa kriminal.   

Mendengar tanda bahaya ini, kampung yang berdekatan dengan gardu melakukan pemukulan pula hingga tanda bahaya saling bersahutan dan membuat warga siaga. Maklum, kala itu antarkampung yang sebagian besar masih belukar letaknya agak berjauhan. Seperti terlihat dalam foto, hutan belukar masih menutupi daerah Matraman yang kini jadi salah satu pusat kemacetan di ibu kota, Jakarta. 

Sekitar 1870, seorang pelancong dari Solo–Rd Arya Sastradarma–ketika berkunjung ke Batavia menulis: ”Peraturan kepolisian dijalankan dengan keras dan cermat. Semua perkara dan persoalan diselesaikan dengan cepat dan tak memungut bayaran sama sekali. Setiap pria berusia 15 tahun wajib memiliki KTP dengan membayar 25 sen pada kelurahan. Jika bepergian, KTP harus dibawa. Yang tidak membawa KTP dikenai hukuman kurung lima hari.

Dia juga melaporkan, tiap penduduk kampung mendapat tugas jaga bergilir. Di tiap gardu, siang dan malam ada penjaganya. Siang dua orang dan malam lima orang. Tugas ronda dimulai pukul 8 malam hingga 5 pagi.

Oleh mereka, kentungan untuk kebakaran dibunyikan secara berturut-turut. Sedangkan untuk orang mengamuk ataupun peristiwa kriminal kentungan dipukul tiga kali berturut-turut. Dengan demikian, masyarakat di Batavia mengetahui apa yang terjadi bila mendengar kentungan. 

Tiap penduduk kampung mendapat tugas jaga secara bergilir. Rakyat dilarang berjudi. Segala bentuk perjudian dilarang dan terhadap pelakunya akan dijatuhi hukuman berat. 

Perbuatan zina juga dikenakan larangan keras. Penduduk dilarang berkelahi dan pertikaian harus diselesaikan oleh petugas keamanan. Membawa senjata tajam terutama di malam hari dikenakan larangan. Akibatnya, tulis pelancong dari Solo itu, kota Batavia aman dan tenteram tidak pernah terjadi pencurian.  

Penduduk asli Betawi menamakan dirinya orang Selam. Hubungan mereka dengan orang Cina akrab. Seperti dalam perdagangan. Tidak heran bila orang Selam sedikit mengerti bahasa Cina, khususnya dalam hitung-menghitung.

Read Full Post »