Kiat Menghentikan Banjir
Sutiyoso, menjabat gubernur DKI Jakarta selama periode (1997-2002 dan 2002-2007). Bulan Agustus mendatang, gubernur kelahiran Semarang 6 Desember 1944 akan habis masa jabatannya. Dua hari sebelum periode kedua jabatannya, sebuah surat kabar Ibu Kota menganugerahi Sutiyoso gelar ‘Gubernur Pembuat Berita Terpopuler Indonesia 2002.’
Penganugerahan ini didasari pemberitaan media massa yang tiada henti tentang Sutiyoso sejak akhir 2001 hingga Juli 2002. ”Tiada hari tanpa berita tentang Sutiyoso,” kata pimpinan suratkabar tersebut.
Sutiyoso yang meminta warga Jakarta untuk selalu kritis dan memberikan masukan kepadanya, siap menghadapi kecaman yang begitu gencar ketika terjadi banjir bulan Pebruari 2007 yang mengakibatkan ratusan ribu warga Jakarta harus mengungsi dan meninggalkan kediaman mereka. Dia sendiri mendatangi posko-posko banjir yang banyak terdapat ketika itu, dan siap berdialog dengan para korban. Untuk itu, Sutiyoso mengaku bahwa dia tiap hari tidur tidak lebih dari tiga jam.
Tanpa basa-basi, dia mengatakan banjir di Jakarta tidak dapat ditanggulangi oleh Pemprov DKI sendiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Ini juga pernah dikemukakan Bang Ali saat ia menjadi gubernur DKI. Bahaya banjir di Jakarta, kata Bang Ali, tidak dapat dihindarkan sampai kapan pun selama kita tidak mengadakan sistem drainase yang sempurna. Dan untuk mengatasi bahaya banjir dengan tuntas, biayanya mahal, terlalu mahal.
”Waktu saya menjadi gubernur, banjir besar menyebabkan dua juta orang kebanjiran,” ujar Bang Ali. Padahal sekarang ini penduduk Jakarta setidaknya tiga kali lipat dari masa Bang Ali pada tahun 1970-an.
Jakarta yang tingginya hanya tujuh meter dari permukaan laut, sejak masa VOC bila musim hujan selalu diiringi banjir. Sampai pihak Belanda sendiri ada yang menyesalkan kenapa Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen ketika membangun Batavia (1619), tidak memilih dataran yang lebih tinggi.
Tampaknya, Sutiyoso yang bulan Oktober akan berakhir masa jabatannya ingin menuntaskan masalah banjir yang disepakati sebagai salah satu masalah besar di Jakarta. Setidaknya, jangan sampai terjadi lagi banjir seperti tahun 2002 dan 2007 saat masa jabatannya. Banjir yang terakhir ini agar jangan sampai terjadi lebih parah. Ia terpaksa memerintahkan membuka Pintu Air Manggarai yang bisa menimbulkan banjir di kawasan Istana Kepresidenan. Ini demi untuk menolong masyarakat lebih luas.
Dalam upaya menanggulangi banjir secara lebih tuntas, Sutiyoso memilih untuk mengembangkan pembangunan terowongan air berskala besar dibanding membangun waduk resapan di atas sungai purba. Pembangunan terowongan air ini juga sudah dilakukan di beberapa kota besar seperti Hongkong, Kuala Lumpur, Singapura, dan Chicago.
Terowongan air ini nantinya berfungsi untuk mengatasi masalah banjir, kelangkaan air baku, penanganan limbah air perkotaan, manajemen dan konservasi air tanah, serta perbaikan kondisi kualitas air sungai.
Pembangunan terowongan air bawah tanah ini tidak rumit seperti pembangunan Banjir Kanal Timur yang terganjal masalah pembebasan lahan. Sedang pembangunan terowongan ini tidak membutuhkan pembebasan lahan karena dibangun 100 meter di bawah tanah.
Dalam bidang spiritual, Sutiyoso melakukan gebrakan ketika ia menyulap daerah Kramat Tunggak, Jakarta Utara menjadi Islamic Center, salah satu pusat kegiatan Islam paling megah yang ditangani Pemda DKI. Tempat pelacuran Kramat Tunggak ia tutup. Ketika menjelaskan rencana menjadikan Kramat Tunggak sebagai Islamic Center kepada para alim ulama, mereka langsung bertakbir: ”Allahu Akbar, Allahu Akbar”
Bang Yos lengser, bagaimana selanjutnya?