Inilah Kali Besar di tepian muara Ciliwung oleh Belanda disebut de Groote Rivier. Foto ini diabadikan tahun 1900 saat airnya masih jernih. Terlihat jembatan yang dilewati oleh
perahu-perahu yang menjadi salah satu transportasi utama saat itu. Kali Besar yang terletak di dekat muara Ciliwung, hampir satu abad lalu masih rimbun terlihat dari tanaman-tanaman yang mengelilinginya. Beberapa orang terlihat duduk di taman mencari angin yang masih segar yang kini sudah berganti menjadi hutan beton.
Memasuki kawasan Kali Besar, baik Kali Besar Selatan, Utara, Timur dan Barat, bila menaiki kendaraan kita harus berani bersusah payah menghadapi kemacetan yang tampaknya
sudah kagak ketolongan lagi. Tidak seperti terlihat dalam gambar suasana asri dan sejuk. Di sebelah kiri masih terlihat rumah yang berjejer terletak di tepi Ciliwung.
Kali Besar di zaman kompeni sekitar 400 tahun lalu dengan pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pusat kegiatan perdagangan yang menjadi rebutan antara Portugis, Belanda, dan Inggris. Di depan muara Ciliwung terdapat jembatan Kota Intan (tidak terlihat) yang membuka lebar daun-daun jembatannya, membiarkan perahu dan kapal dagang mancanegara mengangkut rempah-rempah negeri tropis yang laku keras di pasaran dunia.
Ibu Aurora Tambunan, kepala Dinas Permuseuman dan Kebudayaan DKI Jakarta kini berupaya keras menjadikan kawasan Kali Besar sebagai salah satu pusat kegiatan wisata sejarah dalam rangka Visit Indonesia Year 2008. Untuk merebut pengunjung ke kawasan bersejarah yang telah berusia lebih lima abad ini, pihaknya telah membenahi Kali Besar dan kawasan Oud Batavia (Kota Tua Jakarta).
Di Jakarta tempo doeloe ini para mevrouw (nyonya besar) kompeni serta nyai-nyai Belanda, bergaun serbamewah dengan rok bertingkat kayak kurungan ayam dengan berkereta disertai budak-budak mengelilingi kota yang kala itu hanya beberapa mil persegi. Mereka tinggal di sepanjang Kali Besar Barat dan Timur serta di tepi-tepi kanal yang mengelilingi kampung-kampung dan rumah-rumah kompeni.
Melalui perahu-perahu yang selalu siap di depan kediamannya para meener (tuan) dan
mevrouw saling mengunjungi. Sementara sinyo (pemuda) dan noni — dua sejoli yang tengah pacaran — di malam yang cerah sambil memetik gitar saling menumpahkan kasih sayang sambil bersumpah untuk saling setia. Betapa mentereng gaya hidup VIP di sekitar Kali Besar saat kejayaan VOC. Sayangnya gedung-gedung di sekitar Kali Besar yang berasal dari abad ke-18 dan 19, yang dulu sangat terpelihara sekarang keadaannya sangat kumuh.
Pada abad ke-19 ketika Daendels (1808-1811) memindahkan pusat kota ke Weltevreden, di Kali Besar — hingga kini — tetap berdiri perkantoran dan kegiatan bisnis.
Program kali bersih kita diera orde baru dan reformasi sudah gagal.
mendingan jaman orla, omm saya katanya dulu masih berenang di kali ancol dan pasar baru.
Rasanya berenang dikali jauh lebih nikmat daripada Waterboom yang berkaporit, bikin mata katarak, he2x
Belum lama ini saja ada gedung bersejerah yg ambruk di kali besar ( samping Service centre toshiba ), sangat menyedikan untung ada orang seperti Bang Alwi yg membantu mengingatkan, mudah-mudahan aparat yg berwenang terketuk hatinya.
kapan ya
bangsa kita, pemimpin kita
lebih peduli pada peninggalan sejarah kita?
miris kalau lihat bangunan2 tua yang tidak terpelihara
yg sebetulnya bisa jadi asset yg sangat berharga buat bangsa
( 🙂 )
Nampaknya revitalisasi kota tua belum kunjung selesai, masih banyak bangunan bersejarah yang belum terawat dan kawasan nampaknya belum tertatap dengan rapi…padahal kalau dipelihara dengan serius, kawasan kota tua akan menjadi salah satu tempat wisata sejarah yang menarik di Jakarta…
[…] ada tentang Kali Besar atau de Groote River: Kali besar di tahun […]